Just another free Blogger theme

Minggu, 31 Mei 2020





Jakarta, Kemendikbud — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang menyampaikan Surat Edaran Nomor 15 ini untuk memperkuat Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). 

“Saat ini layanan pembelajaran masih mengikuti SE Mendikbud nomor 4 tahun 2020 yang diperkuat dengan SE Sesjen nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan BDR selama darurat Covid-19,” disampaikan Chatarina pada Bincang Sore secara daring, di Jakarta, pada Kamis (28/05/2020).

Dalam surat edaran ini disebutkan bahwa tujuan dari pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR) adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19, melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19, mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 di satuan pendidikan dan memastikan pemenuhan dukungan psikososial bagi pendidik, peserta didik, dan orang tua.

“Pilihannya saat ini yang utama adalah memutus mata rantai Covid-19 dengan kondisi yang ada semaksimal mungkin, dengan tetap berupaya memenuhi layanan pendidikan. Prinsipnya keselamatan dan kesehatan lahir batin peserta didik, pendidik, kepala sekolah, dan seluruh warga satuan pendidikan adalah menjadi pertimbangan yang utama dalam pelaksanaan belajar dari rumah,” ungkap Chatarina.

Kembali Chatarina mengingatkan bahwa, kegiatan BDR dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum serta difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup, antara lain mengenai pandemi Covid-19. “Materi pembelajaran bersifat inklusif sesuai dengan usia dan jenjang pendidikan, konteks budaya, karakter dan jenis kekhususan peserta didik,” katanya.

Chatarina menambahkan aktivitas dan penugasan BDR dapat bervariasi antar daerah, satuan pendidikan dan peserta didik sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses terhadap fasilitas BDR. “Hasil belajar peserta didik selama BDR diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru tanpa diharuskan memberi skor/nilai kuantitatif, serta mengedapankan pola interaksi dan komunikasi yang positif antara guru dengan orang tua,” terangnya.

Tahun Ajaran Baru Tidak Harus Tatap Muka

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Plt. Dirjen PAUD Dikdasmen) Hamid Muhammad menerangkan bahwa lazimnya, kalender pendidikan untuk jenjang PAUD Dikdasmen ditetukan pada minggu ketiga di bulan Juli. Ditegaskan Hamid, mengingat saat ini tengah terjadi pandemi Covid-19, tahun ajaran baru tidak sama dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di sekolah.

Metode dan media pelaksanaan BDR dilaksanakan dengan dengan Pembelajaran Jarak Jauh yang dibagi kedalam dua pendekatan yaitu pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring). “PJJ ada yang daring, ada yang semi daring, dan ada yang luring,” kata Hamid.

Untuk media pembelajaran jarak jauh daring, Kemendikbud merekomendasikan 23 laman yang bisa digunakan peserta didik sebagai sumber belajar. Selain itu, warga satuan pendidikan juga dapat memperoleh informasi mengenai Covid-19 di https://covid19.go.id serta di laman https://bersamahadapikorona.kemdikbud.go.id.

Kemudian, untuk metode pembelajaran jarak jauh secara luring, warga satuan pendidikan khususnya peserta didik dapat memanfaatkan berbagai layanan yang disediakan oleh Kemendikbud antara lain program belajar dari rumah melalui TVRI, radio, modul belajar mandiri dan lembar kerja, bahan ajar cetak serta alat peraga dan media belajar dari benda dan lingkungan sekitar.

“Ketika tahun ajaran baru sebagian besar sekolah menggunakan PJJ maka ini yang akan diperkuat. Kami akan support melalui Rumah Belajar, TV Edukasi, kerja sama dengan TVRI akan diperpanjang, kemudian penyediaan kuota murah oleh para penyedia telekomunikasi,” pungkas Hamid Muhammad.

Rabu, 27 Mei 2020


Selasa, 26 Mei 2020

Kami Sekeluarga mengucapkan 
Selamat Hari Raya Idul Fitri
Mohon Maaf Lahir dan Batin




Sebagaimana firman Allah bahwa shalat bagi orang mukmin adalah kewajiban yang waktunya sudah ditentukan. 
Orang mukmin sendiri dalam menjalankan kewajiban itu terkadang karena suatu hal yang sangat mendesak tidak dapat menjalankan sesuai alokasi waktu yang ditentukan syariat. 
Dari sinilah kemudian muncul istilah ada’, qadha’ dan i’adah. 
Dalam pengertiannya shalat ada diartikan dengan menjalankan shalat dalam batas waktu yang telah ditentukan.Termasuk dalam ‘ada menurut madzhab Hanafiyah apabila seseorang mendapatkan kira-kira sekedar takbiratul ihram di akhir waktu shalat. 
Sementara Syafi’iyyah berpendapat bahwa seseorang itu shalat ‘ada apabila mendapatkan satu rakaat Ditinjau dari sisi hukum, sebenarnya antara qadha’ dan ada’ adalah sama, yaitu sma-sama wajib sebagaimana diungkapkan al-Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya, fawatikhu rakhamut bahwa kewajiban itu ada dua yaitu ada’  dan qadha’. Hanya saja pelaksanaan dan nilainya yang berbeda. Yang satu dilaksanakan tepat waktu, yang satu tidak tepat waktu, sehingga berdosa. Tetapi terlepas berdosa atau tidak, qadha’ adalah tindakan indisipliner yang akan mengurangi nilai seorang hamba dengan Tuhannya. Lalu bagaimana dengan i’adah? Menurut istilah para fuqaha, ‘iadah diartikan dengan menjalankan shalat yang sama untuk keduakalinya pada waktunya atau tidak. Karena dalam shalat yang pertama terdapat cacat atau ada shalat kedua yang lebih tinggi tingkat afdhaliyahnya. Shalat i’adah ada yang wajib, tidak wajib dan sunnah. I’adah yang wajib diantaranya apabila seseorang tidak menemukan atau memiliki sesuatu yang mensucikan untuk bersuci (air, debu). Dalam kondisi waktu yang terbatas, ia tetap wajib shalat meski tidak bersuci dan kemudian wajib ‘iadah pada waktu yang lain setelah mendapatkan sesuatu yang bisa dipergunakan untuk bersuci. Hal ini mengingat bersuci adalah syarat shalat. (Fawatikhu Rakhamut: I, 36, Al-Majmu’: 3, 132
Contoh lain apabila seseorang shalat tidak menghadap kiblat meskipun telah berijtihad kecuali ijtihad itu dengan melaksanakan shalat keempat arah. (al-Majmu’: III, 304). Begitu pula dengan seseorang yang melaksanakan shalat tanpa mengetahui waktu, maka wajib i’adah sebagaimana disampaikan Qadhi Abu Thoyyib dan Abu Hamid al-Ghazali. 
Adapun yang tidak wajib i’adah  seperti seorang yang tanpa menutup sebagian atau seluruh aurat karena memang tidak punya sama sekali. Sedangkan yang sunnah i’adah adalah apabila ada shalat kedua yang lebih afdhal, seperti orang yang sudah shalat sendirian atau berjama’ah. Kemudian dalam waktu yang tidak lama ada jamaah yang lebih banyak, maka ia disunahkan i’adah mengikuti jama’ah yang kedua. Dengan demikian, shalat i’adah tidaklah seperti shalat ada’  atau qadha’. Pertama, i’adah tidak berfungsi menggantikan shalat sebelumnya, karena pada prinsipnya shalat yang pertama adalah shalat yang sah. Kedua, i’adah ada yang wajib dan ada yang sunah. Hal ini tidak seperti ada’ dan qadha’ yang keduanya sama-sama wajib. Ketiga, shalat i’adah yang belum dilaksanakan, karena pelakunya keburu meninggal dunia, misalnya tidak akan dituntut seperti shalat qadha’ yang belum dilaksanakan.        
(KH.MA. Sahal Mahfudh, dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat), Surabya: Ampel Suci dan LTN PWNU Jawa Timur. 

Jumat, 24 April 2020

Kemendikbud Hadirkan Program

‘Belajar dari Rumah’ di TVRI

Petunjuk pengerjaan :
1. Berdoalah sebelum mengerjakan
2. Bersikaplah yang jujur dalam mengerjakan
3. Jawablah soaldengan jawaban yang benar


Minggu, 19 April 2020

Petunjuk
1. Berdoalah sebelum mengerjakan
2. bersikaplah yang jujur dalammenjewab soal
3. Telilah sebelum mengumpulkan





Doa agar Terhindar dari Ilmu yang Tidak Bermanfaat

Contoh gambar Vidio ilustrasi wajah

Jumat, 17 April 2020


S I L AB U S

PELAJARAN                       : SENI BUDAYA
KELAS                                    : VIII ( Delapan )
ALOKASI WAKTU            : 2 JAM PELAJARAN / MINGGU

KI 1 :  
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
KI 2       :  
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya

KI 3  : 
Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penomena dan kejadian yang tampak mata.
KI  4          :  
Mengolah,  menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi dan membuat) dan abstrak (menulis, membaca, menghitung, dan mengarang)  sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan dari berbagai sumber lainnya yang sama dalam sudut pandang/teori.







SILABUS MATA PELAJARAN
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH
(SMP/MTs)





MATA PELAJARAN :
SENI BUDAYA
KELAS 7





KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
JAKARTA, 2016


 

Peserta Sagusablog Angkatan 38 Berjumlah 300 Orang

Rabu, 15 April 2020


Strategi Pengendalian Wabah Covid-19



Ilustrasi virus corona. (NU Online)
Sumber: https://nu.or.id/post/read/119050/strategi-pengendalian-wabah-covid-19

OPINI Strategi Pengendalian Wabah Covid-19 Senin 13 April 2020 21:25 WIB  
Oleh Syahrizal Syarif 

Apakah dunia saat ini sudah mampu mengendalikan wabah Corona Virus Desease 2019 (Covid-19)? 
Untuk menjawab pertanyaan ini, jawabannya ada pada pengamatan atas gambaran grafik batang yang menyajikan jumlah kasus per hari yang dilaporkan.   Jika paling tidak, dalam tiga hari terakhir jumlah yang dilaporkan angkanya lebih rendah dari hari-hari sebelumnya, maka dapat dinyatakan sebagai berita baik, tanda-tanda wabah mulai terkendali di negara atau wilayah tersebut. 
Tentu kadang kadang terjadi sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya munculnya 287 kasus Covid-19 di Singapura dari klaster asrama pekerja asing yang bekerja di bidang konstruksi. Namun, hal ini tidak membuat Singapura menjadi negara dengan wabah tidak terkendali. 

Saat ini di dunia, terdapat tujuh negara di mana wabah Covid-19 masih akan meningkat tajam, artinya belum menunjukkan tanda-tanda terkendali. Walau negara-negara di Eropa dengan jumlah kasus diatas 125.000 cukup banyak seperti Spanyol, Italia, Prancis dan Jerman, namun laporan kasus baru menunjukkan langkah langkah pencegahan dan pengendalian menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Semua negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Vietnam berada dalam wabah yang terkendali. 

Adapun 7 negara yang saat ini berada dalam situasi peningkatan wabah adalah (kasus per 13 April 2020): 
1. USA - dengan 533.000 kasus 
2. Turkey - dengan 52.000 kasus 
3. India - dengan 8.500 kasus 
4. Jepang - dengan 6.700 kasus 
5. Indonesia - dengan 4.200 kasus 
6. Saudi Arabia - dengan 4.000 kasus 
7. UEA - dengan 3.700 kasus 

Keberhasilan negara-negara dan wilayah yang menunjukkan gambaran keberhasilan pengendalian wabah hendaknya memberi kesadaran dan kepercayaan kepada kita, bahwa kita juga akan mampu mengendalikan wabah. 

Kunci keberhasilan semua negara yang mampu mengendalikan wabah terletak pada kepemimpinan yang kuat, upaya pencegahan dan pengendalian yang terukur. Indonesia harus bertumpu pada kemampuan dan kondisi yang ada. Pada sisi hulu, dimana orang-orang yang sehat berdiam di rumah, harus diupayakan tidak tertular orang sakit dengan pemantauan dan pendampingan warga dalam RT, RW, Desa, dan Kampung Siaga Covid-19 berbasis masyarakat, khususnya pemantauan pemudik, orang tanpa gejala (OTG). Di sinilah organisasi keagamaan dan sosial-kemasyarakatan seperti Nahdlatul Ulama bisa sangat berperan. 

Di tengah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ketat disertai bantuan pengurangan dampak ekonomi, baik bantuan pemerintah, swasta dan masyarakat. 
Sementara di hilir, orang-orang yang berpotensi menularkan penyakit harus dipisahkan dari orang yang sehat dengan cara membuat tiga fasilitas. 

Pertama, Pusat Karantina untuk orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang dapat mengurus dirinya sendiri. 

Kedua, rumah sakit khusus Covid-19 bagi PDP lansia dan dengan penyakit penyerta serta kasus konfirmasi ringan dan sedang. 

Ketiga, Rumah Sakit Rujukan untuk kasus konfirmasi Lansia, penyakit penyerta, serta untuk kasus konfirmasi yang serius dan berat. 

Dengan strategi pencegahan dan penanggulangan di atas, diharapkan dalam 28 hari ke depan setelah PSBB diterapkan kita dapat melihat tanda-tanda wabah akan terkendali. Syukur jika bisa terlihat lebih awal. Patut dipertimbangkan agar wilayah yang berstatus zona merah ditetapkan sebagai wilayah penetapan PSBB. 
Perlu sikap cepat tanggap dan terukur dalam suasana darurat seperti ini. Jangan sampai formalitas dan birokrasi menjadi musuh utama wabah. Semoga.   

Penulis adalah, Ketua PBNU Bidang Kesehatan, Pakar Epidemiologi FKM UI, Wakil Rektor Unusia Jakarta Tags: Opini Virus Corona Covid-19 Bagikan: Baca Juga Kiprah NU Papua dalam Penanggulangan Covid-19 



Penulis adalah, Ketua PBNU Bidang Kesehatan, Pakar Epidemiologi FKM UI, Wakil Rektor Unusia Jakarta
Sumber: https://nu.or.id/post/read/119050/strategi-pengendalian-wabah-covid-19

Rabu, 18 Maret 2020


Catatan sebelum mengerjakan soal:

1. Berdoalah sebelum mengerjakan soal
2. Kerjakan soal tampa melihat materi pelajaran
3. Smoga sukses


KERJAKAN SOAL-SOAL DENGAN MENJAWAB SATU JAABAN YANG BENAR!.

Selasa, 17 Maret 2020

BAB 4 
Bermain Ansambel Musik Tradisional



Musik tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun temurun, dipertahankan sebagai sarana hiburan. Tiga komponen yang saling memengaruhi diantaranya Seniman, musik itu sendiri dan masyarakat penikmatnya.
Sedangkan maksudnya untuk memper-satukan persepsi antara pemikiran seniman dan masyarakat tentang usaha bersama dalam mengembangkan dan melestarikan seni musik tradisional. Menjadikan musik tradisional sebagai perbendaharaan seni di masyarakat sehingga musik tradisional lebih menyentuh pada sektor komersial umum.

Kegiatan ini diharapkan mampu memberi kontribusi bagi peserta juga kepada masyarakat luas sehingga musik tradisional dapat berperan sebagai hiburan. Musik Tradisional juga adalah musik yang berkembang secara tradisional di kalangan suku-suku tertentu.

A. Jenis Musik Ansambel Tradisional 

Dilansir dari Ensiklopdi Nasional Indonesia ( 1990 : 413 ) disebutkan bahwa kata musik berasal dari bahasa Yunani  mousike yang diambil dari nama dewa dari mitologi Yunani yaitu Mousa yakni yang memimpin seni dan ilmu.
Sedangkan Tradisional berasal dari bahasa latin yaitu Traditio yang artinya kebiasaan masyrakat yang sifatnya turun temurun. Jadi dapat disimpulkan bahawa Seni Musik tradisional adalah sebuah seni musik yang menggambarkan ciri khas dari kalangan masyarakat tertentu secara turun temurun.





























 

Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan pa du an musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi se ba gai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga meng hasil kan pemusik gamelan ternama.

















Pagelaran musik gamelan kini bisa dinik mati di berbagai belahan dunia. Di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Bali salah sa tu je nis seni bebunyian atau seni tetabuhan yang dianggap pa ling tua dan masih bertahan hidup serta berkembang sam pai saat sekarang ini adalah alat musik gamelan atau di dae rah-daerah tertentu sering disebut dengan istilah seni karawitan. 

Seni karawitan dikenal di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Istilah karawitan pada saat sekarang di daerah-daerah tertentu terutama pada lingkungan perguruan tinggi seni se ring digunakan untuk menyebut berbagai jenis alat musik dae rah yang berbentuk alat instrumental maupun vokal yang memi liki sifat, kerakter, dan konsep serta cara kerja atau aturan tertentu. Banyak yang memnggunakan istilah karawitan dengan be rang kat dari dasar kata rawit seperti menurut Ki Sindu Su war no karawitan berasal dari kata “rawit” yang berarti cabe ra wit yang kecil serta halus, indah. 

Indah artinya disini adalah seni. Jadi karawitan adalah seni suara yang berbentuk vokal mau pun instrumental yang berlaraskan pelog dan slendro. Sedangkan menurut R.M. Kusumadinata dari Bandung bah wa istilah karawitan adalah “pancaran sinar yang indah”, yaitu seni artinya karawitan adalah seni suara yang berbentuk vo kal maupun instrumental yang berlaraskan pelog dan salen dro. 
Namun pada saat sekarang istilah karawitan sangat lu as sekali pengertiannya, jadi kalau istilah karawitan hanya se ni suara yang berlaraskan pelog dan salendro saja tidak me wa ki li pada jenisjenis musik lainnya,sementara jenis-jenis mu sik di Indonesia sangat beragam, dengan demikian di era se ka rang bahwa istilah karawitan adalah mencakup jenis-jenis alat musik yang berbentuk vokal maupun instrumental dan tidak hanya yang berlaraskan pelog salendro saja akan tetapi se luruh bentuk jenis kesenian yang ada di Indonesia. 
Dengan demi kian bertolak dari pengertian itu maka tidak heran bila is tilah karawitan kemudian dapat digunakan untuk menyebut atau mewadahi beberapa cabang seni yang memiliki karakter yang halus, kecil dan indah. Jadi karawitan tidak hanya menunjuk pada gamelan Ja wa, Bali, Sunda tetapi juga jenis seperangkat alat musik lain di Indo nesia. Contoh; Talempong Sumatera Barat, Gondang Suma tera Utara, Kulintang Sulawesi Selatan, Angklung Jawa Ba rat, Arumba, tifa, dan sejenisnya.

GAMELAN BALI
Di ranah alat musik Nusantara, gamelan bali adalah sebuah fenomena. Dia terus hidup dan lestari di tengah masyarakatnya, menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Bali. Hal ini antara lain karena sifat gamelan bali yang selalu terbuka pada pembaruan sebagaimana sifat masyarakat Bali yang selalu terbuka pada dunia luar. Tidak stagnan.
Di pulau dewata Bali, gamelan biasa ditampilkan dalam berbagai kepentingan. Sebagian besar dimainkan untuk mengiringi pertunjukan kesenian, seperti tari, drama, dan teater. Sebagian lagi untuk mengiringi upacara ritual atau sebagai sajian instrumentalia.
Berdasarkan latar belakang sejarahnya, gamelan yang ada di Bali tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu gamelan tua, gamelan madya, dan gamelan baru.
Budayawan Bali, I Wayan Dibia, mengatakan, gamelan tua adalah gamelan yang lahir sebelum abad XV. Secara fisik, perangkat-perangkat gamelan yang terdapat dalam kelompok gamelan tua berukuran kecil. Sementara secara musikal, gamelan tua didominasi permainan alat-alat yang berbentuk bilahan, seperti gambang, caruk, genggong, selonding, gong luwang, gong bheri, gender wayang, angklung, bebonangan, dan balaganjur.

 
Gamelan madya adalah gamelan yang lahir antara abad XV dan abad XIX. Secara fisik, perangkat gamelan madya sudah lebih besar daripada perangkat gamelan tua. Sementara secara musikal, musik-musik yang dihasilkan oleh kelompok gamelan madya ini sudah diwarnai permainan alat-alat berbilah dan berpencon. Yang termasuk dalam kategori gamelan madya adalah gamelan pagambuhan, semar pagulingan, gong gede, batel barong, bebarongan, pelehongan, jogged pingitan, dan gong degdog.
Gamelan baru adalah gamelan yang lahir pada abad XX dan sesudahnya. Secara fisik, perangkat-perangkat alat musik pada gamelan baru sudah jauh lebih besar ketimbang gamelan madya. Adapun secara musikal, musik-musik yang dihasilkan gamelan baru sudah mulai didominasi permainan kendang dengan tetap mengedepankan permainan alat-alat berbilah dan berpencon.
Gamelan-gamelan yang masuk kategori gamelan baru antara lain gamelan joged bumbung, jegog, bumbung gebyog, kendang mabarung, gamelan geguntangan, gamelan gong kebyar, gamelan janger, gong suling, dan tektekan.
Pengelompokan gamelan di Bali, sebagaimana disebutkan Dibia, tampaknya telah mencapai kesepakatan. Sejumlah praktisi seni lainnya, di antaranya Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar I Gede Arya Sugiartha dan pelaku gamelan kontemporer, I Wayan Sudirana, juga menyatakan pendapat yang sama mengenai pengelompokan gamelan bali.

Instrumen Gamelan Gong Kebyar

Bali memiliki sedikitnya 30 jenis barungan (ansambel) gamelan yang masih aktif dimainkan. Muncul pada 1915, gong kebyar merupakan jenis barungan modern dan kini menjadi yang paling populer. Dimainkan lebih dari 25 orang, gong kebyar termasuk barungan ageng atau terbesar dari tiga kelompok ukuran barungan.

Instrumen gamelan yang berpasangan dibedakan menjadi lanang dan wadon, atau lelaki dan perempuan. Peran masing-masing “jenis kelamin” adalah memainkan not polos atau not sangsih. Kombinasi permainan polos dan sangsih menciptakan efek kebyar: keras, cepat, dan berkaitan

Sifat gamelan bali yang dinamis terus mencari pembaruan menjadi kunci bagi pengembangan gamelan bali. Inilah yang menyebabkan gamelan bali terus eksis dan mendapat tempat di tengah masyarakatnya. Bukannya mati, gamelan bali justru terus menemukan bentuk baru, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan terus aktual dengan zaman.
Saat ini, salah satu jenis gamelan baru yang sangat populer di Bali adalah gong kebyar. Hampir setiap sekolah, perguruan tinggi, dan kantor pemerintahan memiliki gamelan gong kebyar. Begitu juga dengan banjar-banjar yang ada di Bali.
Malahan, gamelan bali tak lagi hanya dimainkan pengrawit laki-laki. Belakangan gong kebyar juga dimainkan pengrawit anak dan wanita.
Gede dari Banjar Jambe Belodan, Tabanan, Bali, mengatakan, saat ini gong kebyar wanita sedang menjadi tren. Banyak ibu dan remaja putri yang berminat memainkan gamelan


ANGKLUNG
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Jawa Barat bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu yang dipotong ujung-ujungnya menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi. 

Jenis angklung

Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut merekaorang Badui digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.

Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

Angklung Reyog

Angklung Reyog merupakan alat musik untuk mengiringi Tarian Reyog Ponorogo di Jawa Timur. angklung Reyog memiliki khas dari segi suara yang sangat keras, memiliki dua nada serta bentuk yang lengkungan rotan yang menarik (tidak seperti angklung umumnya yang berbentuk kubus) dengan hiasan benang berumbai-rumbai warna yang indah. di kisahkan angklung merupakan sebuah senjata dari kerajaan bantarangin ketika melawan kerajaan lodaya pada abad ke 9, ketika kemenangan oleh kerajaan bantarangin para prajurit gembira tak terkecuali pemegang angklung, karena kekuatan yang luar biasa penguat dari tali tersebut lenggang hingga menghasilkan suara yang khas yaitu klong- klok dan klung-kluk bila didengar akan merasakan getaran spiritual.
Dalam sejarahnya angklung Reyog ini digunakan pada film: Warok Singo Kobra (1982), Tendangan Dari Langit (2011)
Dan penggunaan angklung Reyog pada musik seperti: tahu opo tempe, sumpah palapa, kuto reog, Resik Endah Omber Girang, dan campursari berbau ponorogoan.

Angklung Banyuwangi

Angklung banyuwangi ini memiliki bentuk seperi calung dengan nada budaya banyuwangi 

Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan)
Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.

Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.
Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.
Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh

Angklung Buncis

Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.
Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.
Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.
Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908–1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.

Angklung Padaeng

Untuk keterangan lebih detail mengenai angklung ini, silakan kunjungi artikel Angklung Padaeng

Angklung padaeng adalah angklung yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna sejak sekitar tahun 1938. Terobosan pada angklung padaeng adalah digunakannya laras nada Diatonik yang sesuai dengan sistem musik barat. Dengan demikian, angklung kini dapat memainkan lagu-lagu internasional, dan juga dapat bermain dalam Ensembel dengan alat musik internasional lainnya.

Angklung Sarinande

Angklung sarinande adalah istilah untuk angklung padaeng yang hanya memakai nada bulat saja (tanpa nada kromatis) dengan nada dasar C. Unit kecil angklung sarinade berisi 8 angklung (nada Do Rendah sampai Do Tinggi), sementara sarinade plus berisi 13 angklung (nada Sol Rendah hingga Mi Tinggi).

Angklung Toel

Angklung toel diciptakan oleh Kang Yayan Udjo sekitar tahun 2008.[1] Pada alat ini, ada rangka setinggi pinggang dengan beberapa angklung dijejer dengan posisi terbalik dan diberi karet. Untuk memainkannya, seorang pemain cukup men-toel angklung tersebut, dan angklung akan bergetar beberapa saat karena adanya karet.

Angklung Sri-Murni

Angklung ini merupakan gagasan Eko Mursito Budi yang khusus diciptakan untuk keperluan robot angklung.[2] Sesuai namanya, satu angklung ini memakai dua atau lebih tabung suara yang nadanya sama, sehingga akan menghasilkan nada murni (mono-tonal). Ini berbeda dengan angklung padaeng yang multi-tonal. Dengan ide sederhana ini, robot dengan mudah memainkan kombinasi beberapa angklung secara simultan untuk menirukan efek angklung melodi maupun angklung akompanimen.

Ansambel angklung

Agar lebih kaya suaranya, angklung sebaiknya dimainkan dengan alat musik lain, membentuk ansambel. Beberapa ansambel angklung yang sudah mapan adalah:

Klasik Padaeng

Ansambel angklung klasik yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna ini terdiri atas:
  • Angklung melodi
  • Angklung akompanimen
  • Bas betot
Kombinasi minimal inilah yang paling populer dan umum dijumpai saat konser maupun lomba paduan angklung.

Angklung solo

Angklung solo adalah konfigurasi yang menggantungkan satu unit angklung melodi pada suatu palang sehingga bisa dimainkan satu orang saja. Sesuai dengan konvensi nada diatonis, maka ada dua jajaran gantungan angklung. Yang bawah berisi nada penuh, sedangkan yang atas berisi nada kromatis. Angklung solo ini digagas oleh Yoes Roesadi tahun 1964, dan dimainkan bersama alat musik basanova dalam grup Aruba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, nama Aruba ini disesuaikan menjadi Arumba[3]

Arumba

Arumba adalah istilah bagi seperangkat alat musik yang minimal terdiri atas: 
  • Satu unit angklung melodi, digantung sehingga bisa dimainkan oleh satu orang
  • Satu unit bass lodong, juga dijejer agar bisa dimainkan satu orang
  • Gambang bambu melodi
  • Gambang bambu pendamping
  • Gendang
sumber : wikipedia 


SASANDO





































Sasando adalah sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan dipetik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang berasal dari kata Sandu atau Sanu yang artinya bergetar atau meronta. Suara sasando memiliki kemiripan dengan alat musik dawai lainnya seperti gitar, biola, kecapi, dan harpa. Sasando menurut Organologi tergolong dalam Sitar tabung Bambu.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando. 
Perkembangan Sasando berjalan seiring perubahan waktu. Modifikasi dan peningkatan kualitas bunyi mulai dilakukan. Agar mendapat bunyi yang lebih keras dan bisa disesuai dalam wadah pertunjukkan musik apapun maka Sasando akustik beralih perlahan lahan ke Sasando elektrik. Bentuk Sasandopun dimodifikasi dan dibuat lebih modern dan elegan. Ditahun 2018 bahkan mulai diciptakan oleh seorang pemain Sasando profesional Natalino Mella Sasando yang diberi nama Sasando Bariton. Sasando bariton mempunyai bunyi yg berbeda dengan sasando pada umumnya. Sasando ini menggunakan jenis senar yang berbeda dalam ketebalannya dan mempunyai bunyi yang lebih bulat dan lebih terasa bassnya. Dilengkapi dengan 32 senar berwarna dan bridge yang bisa dipindahkan serta bisa dimainkan dengan teknik 10 jari yang membuat sasando ini akan lebih kaya untuk dipelajari [

 



Memainkan Alat Musik Sederhana
 
A. Musik Ansambel

Alat musik dalam permainan musik ansambel menurut fungsi nya dapat dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut.
1. Kelompok Alat Musik Ritmis 
Alat musik ritmis berfungsi untuk memberikan irama. Contoh alat musik ritmis yaitu triangle, gendang dan, ketipung.

















2. Kelompok Alat Musik Melodis 
Alat musik melodis adalah alat musik yang berfungsi membawakan melodi suatu lagu. Oleh karena itu, alat musik ini memiliki nada-nada sehingga dapat mengeluarkan rangkaian nada. Contoh alat musik melodis yaitu rebab dan mandolin.





























3. Kelompok Alat Musik Harmonis 
Alat musik harmonis adalah alat musik yang berfungsi sebagai pengiring dan dapat mengeluarkan paduan nada sekaligus. Contoh alat musik harmonis yaitu sampek dan sasando.






































B. Teknik Memainkan Alat Musik

Musik Indonesia amat beragam ada musik tradisional dan ada musik modern, antara lain dangdut dan keroncong. Masing-masing daerah juga me miliki alat musik dengan karakteristik ter sendiri yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Berikut beberapa alat musik di Indonesia.

1. Angklung 
Angklung adalah alat musik dari daerah Jawa Barat dan Banten. Angklung telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya. Awalnya angklung merupakan alat musik yang digunakan untuk bunyi-bunyian berkaitan tentang panen padi dan upacara lain yang juga berkenaan dengan padi. Pak Daeng Soetisna seorang guru dari Kuningan Jawa Barat sejak tahun 1938 mengembangkan angklung sebagai musik di sekolah dengan membuat laras diatonik, (Oby A.R. Wiramiharja 2010), seperti nada pada alat musik modern seperti piano, gitar, dan alat musik lainnya. 

Kini alat musik angklung telah menyebar luas ke luar negeri. Alat musik angklung berkat jasa Pak Daeng, dibedakan menjadi angklung pembawa melodi dan angklung pengiring. Angklung melodi terdiri dari dua tabung bambu, sedangkan angklung pengiring terdiri atas tiga atau empat tabung bambu. Angklung yang terdiri dari tiga tabung bambu adalah bentuk trinada misalnya C minor, G, dan D dim, sedangkan yang empat untuk catur nada misalkan G7 dan C7.















Mainkan lagu Burung Kakatua dan lagu Alam Damai  dengan menggunakan instrumen musik daerah.

2. Seruling Bambu 
Alat musik seruling bambu juga berkembang seperti angklung. Di Sulawesi Selatan yaitu di Toraja dan di Sulawesi Utara seruling bambu telah dipakai sebagai musik ansambel, demikian juga di Nusa Tenggara Timur. Alat musik seruling dibedakan menjadi seruling pembawa melodi dan seruling pengiring. Seruling pengiring berfungsi sebagai akor dan bas. Akor bunyi nada seruling terdiri dari tiga seruling, misalkan untuk akor C mayor berarti seruling satu bunyi nadanya c, seruling dua bunyi nadanya e, dan seruling tiga bunyi nadanya g.


3. Sasando 
Alat musik sasando berasal dari kabupaten Rotedau di Nusa Tenggara Timur, yang sudah sukar dijumpai. Pakaian tenun Rote dan Tiilangga topi khas Rote yang masih bisa dijumpai. Musik sasando sekarang sudah dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk mengiringi orang bernyanyi. Pak Jer. A. P yang tinggal di Kupang tepatnya di Liliba jalan ke arah Timor Leste, memodifikasi sasando sehingga menjadi sasando elektrik. 

Tanpa daun lontar suara alat musik ini  sudah jelas terdengar. Alat musik sasando mempunyai wilayah nada dari nada G besar sampai dengan nada e3. Selain itu dapat digunakan dalam 2 nada dasar mayor yaitu nada dasar C dan nada dasar G. Sasando termasuk alat musik chordofone yaitu alat musik dengan sumber bunyi senar. Cara memainkan musik sasando dipetik, tangan kiri memainkan akor tangan kanan memainkan melodi. 

Urutan nada untuk tangan kiri dalam nada dasar C = do adalah do, so, so, fa, fi, la, ti, do, re, mi, fa, fi. Untuk melodinya dimainkan oleh tangan kanan, nadanya so, la, ti, do, re, mi, fa, so, la, mi, re, do, ti, la, so, fa, mi. 

























4. Calung
Masyarakat banyak yang menyama kan calung dengan angklung, karena melihat bentuknya yang hampir sama. Meskipun hampir sama, namun cara membunyikan alat musik tersebut sangat berbeda. Angklung agar keluar bunyinya hanya digoyangkan, sedangkan calung harus dengan cara memukul batang-batang bambu.

















sumber:Jabarprov.go.id

5. Kolintang 
Alat musik kolintang merupakan alat musik asli daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Nama kolintang menurut masyarakat Minahasa berasal dari suaranya, tong (nada rendah), ting (nada tinggi), dan tang (nada biasa). Dalam bahasa daerah setempat berarti, ajakan ”Mari kita lakukan Tong Ting Tang” atau Mangemo kumolintang. Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang agar mudah dilafalkan oleh masyarakat.
















C. Memainkan Alat Musik Melodis

Indonesia memiliki beragam alat musik melodis, yang dibunyikan dengan teknik pukul, tiup, maupun petik. Kamu sudah diberikan penjelasan mengenai alat musik tersebut. Kali ini kita akan berlatih memainkan alat musik rekorder.
Teknik Bermain Rekorder Nah, pada pembelajaran kali ini, kita akan belajar bermain rekorder. Rekorder alat musik bukan asli bangsa kita, suara yang dihasilkan kurang bagus, terlebih jika rekorder ditiup dengan keras dan tidak ber atur an. Suaranya me mekakkan telinga. 
Telinga bisa rusak, namun alat ini praktis dan mem  punyai nada standar, se hingga sering kali digunakan di sekolah untuk praktik musik ansambel.
Agar bunyi rekorder terdengar bulat, maka waktu meniup bersamaan seperti menyebut thu/tu dan tho/to. 
Sistem penjarian dapat kamu lihat dalam buku manual rekorder berikut ini.
Nada b, a, dan g adalah nada-nada pertama yang akan dipelajari. Nada-nada itu dimainkan berurutan. Ibu jari kiri menutup lubang belakang (0). Jari 1, 2, dan 3 menutup dan membuka tiga lubang nada pertama sebelah atas.
Ibu jari kanan menopang rekorder. Jari-jari tangan kanan yang belum digunakan berada kirakira setengan inci di atas lubang nada bawah. b = ibu jari + jari 1 a = ibu jari + jari 1, 2 g = ibu jari + jari 1, 2, 3 
Rasakan jari-jari menutup lubang nada. 
Bersikaplah dengan santai, jangan tegang. Lakukanlah latihan tersebut berulang-ulang.